Suara Semesta - Dahulu kala di Cirebon telah hidup seorang bujang lapuk bernama Baridin, parasnya jelek, juga dekil, Baridin anak seorang janda tua yang miskin namanya Mbok Wangsih. Setelah kematian ayahnya, Baridin kemudian menggantikan posisinya sebagai tulang punggung, yaitu untuk mencari sesuap nasi untuk dirinya dan Ibunya.
Bukan soal tampang jelek maupun kemiskinan Baridin yang menjadi gempar rakyat Cirebon di zamannya. Melainkan kisah cintahnya yang berakhir dengan kematian. Dikisahkan Baridin mencintai seorang gadis anak semata wayang seorang duda kaya di Cirebon, gadis itu bernama Suratminah. Gadis cantik dan kaya mana yang mau diperistri oleh bujang lapuk, misikin jelek lagi dekil? Begitulah gambaran keogahan Suratminah untuk diperisitri oleh Baridin.
Setelah Baridin terpikat pada Suratminah, Baridin memaksa ibunya untuk melamar gadis idamannya. Ibunya menolak karena baginya tidak mungkin seorang kaya raya menerima lamarannya, namun demikian Baridin terus mendesak supaya ibunya mau melamarkan gadis pujannya. Bahkan Baridin mengancam akan bunuh diri jika sampai ibunya tidak mau menuruti kehendaknya.
Berdasar paksaan dan takut kehilangan anak satu-satunya, kemudian Mbok Wangsih memberanikan diri untuk melamar Suratminah. Sesampainya di rumah Suratminah, Mbok Wangsih kemudian diperlakukan tidak manusiawi, dihina, dicerca, dipukul, diludahi dan bahkan diusir oleh Suratminah dan ayahnya ketika selesai menyampaikan maksud kedatangannya.
Mendengar berita mengenai perlakukan kasar Suratminah pada Ibunya, Baridin marah besar, sekaligus merasa bersalah pada ibunya. Hinaan itulah kemudian yang membuat Baridin kehilangan akal sehatnya, ia seperti gila padahal tidak gila. Sedang di sisi lain ia tetap masih mencintai Suratminah.
Atas dorongan sakit hati dan rasa ingin meneklukan gadis pujaanya, Baridin kemudian mengambil jalan setan. Ia melakukan guna-guna, berpuasa 40 hari 40 malam tanpa makan, guna-guna tersebut diniatkan agar Suratminah tergila-gila padanya.
Guna-guna penakluk wanita di Cirebon disebut Kemat (pelet) adapun kemat yang Baridin amalkan adalah “Ajian Kemat Jaran Goyang”. Setelah 40 hari 40 malam, benar saja Suratminah mendadak tergila-gila pada Baridin, bujang lapuk yang dulu pernah ia dan keluarganya hina.
Suratminah bahkan berteriak-teriak, menangis dan memohon kepada bapaknya agar supaya dinikahkan dengan Baridin. Suratminah gila. Sebagai seorang duda kaya yang hanya memiliki anak satu-satunya, Mang Dam ayah Suratminah tidak menginginkan hal-hal buruk terjadi pada anaknya, oleh karena itu Mang Dam kemudian menuruti kehendak anaknya.
Mang Dam kemudian mengajak Suratminah untuk menemui Baridin dengan niat mengawinkanya. Namun saying, nasi sudah menjadi bubur. Maka ketika Mang Dam menemui Baridin, ternyata Baridin sudah menjadi mayat, kematian Baridin disebabkan rasa sakit hati yang mendalam ditambah rasa lapar yang menusuk karena selama 40 hari 40 malam ia tidak makan walau sesuap.
Sementara Suratminah setelah kematian Baridin menjadi orang gila yang dalam mulutnya hanya keluar kata-kata “Baridin, Baridin dan Baridin”. Selanjutnya tidak beberapa lama kemudian Suratminah pun meninggal dunia.
Sementara itu, Mbok Wangsih hari-harinya diliputi kesedihan karena kehilangan anak semata wayang yang menafkahinya, pun juga demikian dengan Mang Dam hari-harinya diliputi dengan penyesalan dan kehilangan, hingga pada akhirnya orang tua Baridin dan Suratminah juga meninggal dengan perasaan duka yang mendalam.
(Bang Ipan)
Mendengar berita mengenai perlakukan kasar Suratminah pada Ibunya, Baridin marah besar, sekaligus merasa bersalah pada ibunya. Hinaan itulah kemudian yang membuat Baridin kehilangan akal sehatnya, ia seperti gila padahal tidak gila. Sedang di sisi lain ia tetap masih mencintai Suratminah.
Atas dorongan sakit hati dan rasa ingin meneklukan gadis pujaanya, Baridin kemudian mengambil jalan setan. Ia melakukan guna-guna, berpuasa 40 hari 40 malam tanpa makan, guna-guna tersebut diniatkan agar Suratminah tergila-gila padanya.
Guna-guna penakluk wanita di Cirebon disebut Kemat (pelet) adapun kemat yang Baridin amalkan adalah “Ajian Kemat Jaran Goyang”. Setelah 40 hari 40 malam, benar saja Suratminah mendadak tergila-gila pada Baridin, bujang lapuk yang dulu pernah ia dan keluarganya hina.
Suratminah bahkan berteriak-teriak, menangis dan memohon kepada bapaknya agar supaya dinikahkan dengan Baridin. Suratminah gila. Sebagai seorang duda kaya yang hanya memiliki anak satu-satunya, Mang Dam ayah Suratminah tidak menginginkan hal-hal buruk terjadi pada anaknya, oleh karena itu Mang Dam kemudian menuruti kehendak anaknya.
Mang Dam kemudian mengajak Suratminah untuk menemui Baridin dengan niat mengawinkanya. Namun saying, nasi sudah menjadi bubur. Maka ketika Mang Dam menemui Baridin, ternyata Baridin sudah menjadi mayat, kematian Baridin disebabkan rasa sakit hati yang mendalam ditambah rasa lapar yang menusuk karena selama 40 hari 40 malam ia tidak makan walau sesuap.
Sementara Suratminah setelah kematian Baridin menjadi orang gila yang dalam mulutnya hanya keluar kata-kata “Baridin, Baridin dan Baridin”. Selanjutnya tidak beberapa lama kemudian Suratminah pun meninggal dunia.
Sementara itu, Mbok Wangsih hari-harinya diliputi kesedihan karena kehilangan anak semata wayang yang menafkahinya, pun juga demikian dengan Mang Dam hari-harinya diliputi dengan penyesalan dan kehilangan, hingga pada akhirnya orang tua Baridin dan Suratminah juga meninggal dengan perasaan duka yang mendalam.
(Bang Ipan)
Post A Comment:
0 comments: