Suara Semesta (Kab. Kutai Timur Kaltim) - Aktivis buruh yang tidak kenal lelah, Rikardus Nong Ento S.Psi., sebagai pejuang hak buruh dan masyarakat Kutai Timur, juga sebagai Ketua Pengurus Kefederasian Serikat Buruh Indonesia (KBSI), duduk di Dewan Pengupahan Dan Aktifis Buruh (KETUA DPC K- SBSI KUTIM) Propinsi Kalimantan Timur.

Sebagai aktivis buruh banyak dihadapkan pada realitas kehidupan buruh yang sangat miris dan kenyataan penuh getir. Di jelaskannya, ada saja buruh atau mantan buruh korban PHK yang datang hanya untuk berkeluh-kesah dan curhat tentang kondisi yang dihadapi mereka di setiap perusahaan yang ada di Kab. Kutai Timur

Disampaikannya, ada buruh yang datang mengeluh tentang jam kerja diperusahaan, seperti perusahaan sawit yang lebih banyak di Kab. Kutai Timur. Mereka bekerja 10 jam sehari bahkan lebih, tapi tidak mendapat upah lembur.

Lanjutnya, ada lagi buruh yang sudah mengundurkan diri 3 tahun yang lalu dan mundurnya sesuai prosedur tapi dia tidak mendapatkan apa-apa, termasuk uang penggantian hak-nya saja tidak diberikan oleh perusahaan dengan alasan tidak diatur dalam PP atau PKB perusahaan tempat dia bekerja.

Ada juga yang mengadu upahnya beberapa tahun lalu dibayar dibawah UMK, tidak dapat Tunjangan Hari Raya, tunjangan bagi buruh yang cuti melahirkan, Cuti Tahunan, terkait juga mengenai beban Karyawan yang di pungut biaya fasilitas kerja, dan ada juga buruh buruh yang di PHK 5 tahun lalu tapi hitung- hitungan pesangonnya kurang bahkan sebagian tidak mendapat uang pesangon sama dan semua perusahaan tersebut sudah ada catatannya, terang Rikardus.

Itulah sebagian kondisi miris dan penuh getir yang dihadapi oleh buruh. Bagi sebagian buruh, jangan berharap kehidupan yang lebih layak, hanya untuk  sekedar mendapatkan yang sudah menjadi haknya saja sangat sulit.

Pada dasarnya  tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, sambung Rikardus.

Negara jelas menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan buruh dan keluarganya.

Hubungan industrial bukan semata-mata merupakan hubungan keperdataan karena hubungan tersebut telah menyangkut kepentingan yang lebih luas (ribuan buruh bahkan jutaan buruh) artinya kepentingan publik, bahkan kepentingan negara, sehingga terdapat perbedaan yang tipis antara kepentingan privat dan kepentingan publik yang mengharuskan adanya pengaturan dan perlindungan secara adil oleh negara.

Tambahnya, bagi para buruh yang hak normatifnya pernah dilanggar atau tidak dipenuhi oleh perusahaan, seperti upah yang tidak dibayar, upah yang dibayarkan tapi kurang, pesangon yang tidak bayar atau kurang, uang penggantian hak yang tidak dibayarkan dan kejadiannya sudah terlewat beberapa tahun yang lalu masih bisa dituntut kepada pengusaha.

Kemudian Rikardus menguraikan terkait hak-hak buruh seperti upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi, dan tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu, karena upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik perseorangan maupun lewat peraturan perundang-undangan.

Sambungnya, kedepan lebih di upayakan agar bisa membuka akses keadilan hukum yang riil bagi buruh. Dengan terbukanya pelayanan bantuan hukum semoga menguntungkan bagi kalangan buruh. Karena melalui waktu panjang untuk menjangkau akses tersebut perlu proses dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh buruh, sehingga kesadaran hukum bagi buruh sangat diperlukan agar mereka dapat merespon dengan tepat apabila berhadapan dengan masalah hukum berkaitan dengan pemenuhan hak mereka.

Pada bagian lain, aparatur dan institusi penegak hukum juga harus konsisten membuka diri agar masyarakat bisa mengakses keadilan lewat jalur hukum membangun komunikasi yang baik agar terwujudnya sinergitas antara buruh dan penegak hukum.

Ia mengajak agar kaum buruh tetap berani menyampaikan koreksi jika ada aturan perusahaan di Kab. Kutim tidak sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan. UUD 1945 Pasal 28 ayat 2 jelas menyatakan, "setiap warga negara berhak mengeluarkan pendapatnya secara lisan dan tulisan," olehnya itu hak buruh untuk bersuara, kritis dan kritik tetap di jalankan asal tetap santun, pungkasnya.

Kemudian mengenai komitmen semua pihak yang berkaitan dengan pemenuhan keadilan masyarakat sangat diperlukan untuk menjamin terbukanya akses keadilan hukum. Membuka akses keadilan pada buruh dan masyarakat miskin (justice for the poor) itu sangat diperlukan, karena buruh seringkali digolongkan sebagai bagian dari kelompok miskin karena sering tidak dipenuhi hak-haknya dan tidak mendapat perhatian luas dari masyarakat, jelasnya.

Untuk mengimplementasikan akses keadilan bagi buruh tersebut, khususnya buruh di Kab. kutai Timur, para pihak  khususnya serikat pekerja/serikat buruh sebagai tempat para buruh meminta perlindungan secara simultan harus melakukan proses edukasi kepada buruh agar paham tentang hukum, misalnya melalui pelatihan-pelatihan yang seharusnya menjadi program wajib dari serikat pekerja/serikat buruh yang kedepannya akan di buatkan program pendidikan politik, sosial dan hukum, tutup Rikardus. (TS)
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

stop