Suara Semesta (Kabupaten Berau) - Miris , tapi inilah yang terjadi di negara Hukum Indonesia, khususnya di Kabupaten Berau. Sepasang suami istri yaitu Yupiter dan Magadha, hanya ingin mempertahankan hak nya yaitu mempertahankan sebidang tanah yang dikelola sejak tahun 2009 lalu yang berada di Kampung Gurimbang, malah berakhir di jeruji besi  di Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb, Kabupaten Berau.

Bermula,  Yupiter Titus dan Magdha Fransisca, yang membuka lahan pada tahun 2009 lalu dan menggarap lahan tersebut dan membangun sebuah pondok untuk berteduh.

Dimana, lahan tersebut berada di kampung Gurimbang, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau.

Setelah menggarap lahan dan menanami hasil kebun selama 1 tahun, pihaknya pun  mengajukan pembuatan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) dengan  nomor: 2011/546/SKPT- KG/X/2010 ke Kampung Gurimbang,  yang pada saat itu Kepala Kampungnya, Pak Bajuri.

Atas pernerbitan SKPT tersebut, pihaknya yakin kalau lahan tersebut sudah ada legalitasnya. Namun, berjalan waktu setelah adanya konflik dengan pihak perusahaan, malah surat yang ada dianggap palsu oleh Penegak Hukum, sehingga kedua pasangan suami istri menjadi terdakwa saat ini.

"Apakah Kasus yang menimpa saya dan istri ini merupakan pesanan atau tidak oleh pihak perusahaan untuk memuluskan rencana kerja perusahaan. Ini yang akan kita coba perjuangkan," ujar Yupiter didampingi istri dalam Video call dengan awak media.

Yupiter kembali menjelaskan, sebelum perusahaan masuk ke lokasi yang ada, warga sudah membuat kelompok tani yang sudah  dibentuk oleh warga. Namun , dianggap PT. Berau Coal (BC) tidak sah sehingga membuat warga kelompok tani yang dibentuk kecewa dan geram. Menurutnya, apa yang dilakulan dirinya dan sang istri bukan merupakan perkara pidana.

"Sedangkan untuk barang bukti (BB) yang ditunjukkan adalah berupa  spanduk dari kelompok tani yang  terdiri dari 3 spanduk.  Tetapi tidak ada didakwakan terdakwa, karena waktu di BAP  itu yang menjadi salah satu bukti, yang akhirnya saya dan istri saat ini menjadi terdakwa," tambah Yupiter.

"Terkait surat kami, memang awalnya ditandatangani oleh Bajuri, sebagai  pejabat kampung saat itu," ucapnya.

Tetapi, sambung Yupiter, wilayah kelompok tani yang dibentuk belum pernah diperiksa  oleh pihak manapun saat peristiwa Kakam Bajuri terjadi, tegasnya.

Dan perlu diketahui semua, untuk surat SKPT  yang kami miliki pernah disurvei  aparat kampung, yang kemudian cek fisik. Hasil survei, disaksikan oleh Ketua RT di wilayah tersebut dan surat SKPT tersebut sudah di legalisir oleh kepala kampung berikutnya, kata Yupiter bersama Magadha (istri).

Perlu diketahui, awal dari pasangan suami istri yang saat ini menjadi terdakwa, itu karena telah bersentuhan dengan sub kontraktor PT. Berau Coal. Kejadiannya sekitar tanggal 28 Maret 2022, saat itu disekitar lahan kebun milik warga pihak kontraktor BC melakukan penggusuran sedikit dengan alasan untuk digunakan parkir 1 unit Doser (alat berat).

Kemudian, dibulan April, pihak external PT. Berau Coal, pernah melobi dan saat itu bagian eksternal BC sdr. DK itu terjadi 22 September 2022 di pondok terdakwa, hadir juga saat itu pihak eksternal BC, Sdr. AP dan beberapa orang lainnya dari pihak Berau Coal.

Kejadian berikutnya terjadi di tanggal 14 September 2022 terjadi di km 19, dimana satu alat berat dari pihak perusahaan menerobos kelompok tani "MABUBAH" yang kemudian menerobos lahan kelompok tani Toraja.

Menurut terdakwa (pasangan suami istri Yupiter dan Magdha), bahwa dirinya memang bukan warga asli Berau, tetapi tedakwa  sudah belasan tahun dari tahun 2009 hingga sekarang dan dirinya sudah berkartu tanda penduduk (KTP) bahkan sebelum adanya rukun tetangga (RT) yang baru terbentuk sekitar tahun 2016-2017 saat ada pemekaran penduduk.

Ditambahkannya, bahwa memang pihak Berau Coal sudah berkali-kali mediasi namun belum ada pemberian apa yang menjadi hak-hak kami yang sudah belasan tahun tidak di perhitungkan dan terkesan mengintimidasi kami sebagai warga.

Pihak PT. Berau Coal tidak  pernah konsisten bahkan terkesan mempermainkan. Jelas Yupiter dan Magdha. (TS)
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

stop